Selasa, 02 Desember 2008

ku ingin sembuh

Selama dia duduk di bangku SMU, dia merasa ada yang menjanggal dalam dirinya. Setiap kali ada acara yang melelahkan selalu pingsan. Khususnya pada saat upacara bendera, Nila binggung apa yang terjadi pada dirinya. Dia merasa selalu menyusahkan teman-teman dekatnya. Nila di sekolah lebih terkenal sebagai pelanggan pingsan. Tapi mereka dengan senang hati membantu dan menganggap hal itu biasa saja. Cewek yang satu ini juga anggota cherleader sekolah. Nila yang jago debat ini nggak tahan sama yang namanya lelah. Banyak lelah, akan semakin banyak juga Nila pingsan. Tapi hal itu sama sekali nggak terpikirkan Nila untuk berobat. Nila anaknya cewek banget. Dikit-dikit nyisir rambut dan apa aja yang dipakai serba biru. Mulai dari tas, sepatu dan perlengkapan yang lain. Rambutnya yang panjang membuat anak-anak ngiri. Nila selalu merawat rambut panjangnya dengan teliti dan ingin selalu sehat. Uang jajannya dia sisakan hanya untuk rambut. Nila suka sama cowok yang kebetulan jago main basket, namanya Rivael, sering dipanggil Ael. Nila juga sering jalan sama Ael ke Mall sekedar cuci mata dan isengan Nila aja mengajak Ael jalan biar hubungan mereka akan lebih dekat. Klo masalah cowok Nila begitu hebat, tapi klo udah masuk dalam urusan cinta, Nila sama sekali takut dan nggak ngerti. Yang bikin kesel Nila saat itu adalah, pulang dari Mall nggak ada taxi satupun yang lewat. Terpaksa Ael memutuskan pulang naik angkutan umum. Nila sudah kebingungan bagaimana caranya menolak ajakan Ael yang pulang naik angkutan umum. Melirik jam tangan yang ada dipergelangan tangan manisnya, jam menunjukan tepat pukul 12 siang. Nila ketakutan akan pingsan gara-gara kelelahan naik turun dan gonta-ganti line bus. Akhirnya Nila tidak berani menolak ajakan Ael, karena ini adalah saat yang tepat buat berduaan dengan Ael. Dugaan Nila benar, dia pingsan seturun dari bus. Semua orang yang ada di halte mencoba ikut menolong Nila yang sudah tak berdaya karena pingsan. Ael langsung membawa Nila ke rumah sakit terdekat. Ael lega karena Nila sudah ditangani oleh Dokter. Ael bingung bagaimana menghubungi teman-temannya. Untung ada nomer orang tua Nila yang juga begitu dekat dengan Ael. HP-nya Nila hilang diambil oleh tangan-tangan nakal orang yang tidak punya moral. Bukannya menolong, malah ambil barang yang ketinggal milik korban. Sungguh malang nasib Nila. Ael adalah teman yang baik. Seharian, Ael menunggu Nila siuman. Saat Nila siuman, Ael telah tertidur di sampingnya. Awalnya, Nila akan membiarkan Ael tidur tapi gara-gara suara nafas Nila yang kurang teratur membangunkan tidurnya Ael dari samping Nila.
“Lo nggak apa-apa khan, Nil. Gue kwatir sama lo, takutnya ada apa-apa, semua ini yang salah emang gue. Bukannya gue nggak mau merasakan penderitaan teman, tapi nggak enak klo lo sakit gara-gara gue ajak naik angkutan umum.”
“Gue khan juga teman baik lo, El. Jadi buat apa gue nolak kemauan teman, nggak enak kali. Sekarang gue udah mulai baikan kok. Ntar klo gue udah enakan balik, ya. Gue udah nggak ada duit nie buat bayar obat.”
“Emang selama ini kamu sakit apa? lo nyantai aja, Nil. Khan ada gue, lo pikir guna teman sebaik gue ini apa? nggak ada dan nggak perlu lagi?”
“Nggak gitu, El. Sekarang bayar Rumah sakit tuch nggak semurah yang lo bayangkan. Gue aja masih mikir klo harus masuk Rumah sakit. Gue nggak enak klo lo yang harus bayar semua ini.”
“Lo ingin sembuh nggak?”
Mendengar perkataan Ael, Nila meneteskan air mata yang saat ini tak seharusnya keluar dari mata sayupnya. Ael mencoba menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada Nila, tapi Nila enggan untuk bercerita. Sehari setelah pingsannya Nila, Ibunda Nila datang dan memeluk Nila yang tiduran lemas di atas kasur Rumah sakit. Setelah itu, Ibunda langsung datang ke ruang dokter menanyakan keadaan putrinya. Tak disengaja Ael melintas di depan ruang Dokter dan pembicaraan diantara Dokter dengan ibunda Nila terdengar oleh Ael, bahwa Nila mengidap kanker otak. Ael sama sekali tidak bisa menggerakan kakinya yang serasa terpaku di tempat itu. Ael merasa sangat bersalah atas kejadian ini.
Ael binggung harus gimana. Sesungguhnya Ael tak ingin melihat temannya menderita seperti itu. Tapi seandainya Ael mendekatkan pada Nila, Ael juga yang akan sakit apabila kehilangan teman yang terbaik. Sedikit demi sedikit, Ael menghindar dari kehidupan Nila. Ael juga disuruh berhenti mendekati Nila lagi oleh Ibunda. Saat itu, Ael juga binggung harus bagaimana. Dengan menghindarnya Ael dari kehidupan Nila, Nila tak ada lagi semangat untuk hidup. Nila selalu berpikir pendek dalam hidupnya. Nila juga mulai menghindar dari teman-temannya karena penyakitnya. Sebaliknya dengan teman-temannya, mereka selalu ingin memberi semangat pada Nila untuk semangat untuk hidup sampai kapanpun. Cowok yang selama ini dia cintai menghilang begitu saja tanpa ada kabar. Nila merasa, Ael meninggalkannya hanya karena penyakitnya. Cowok seperti Ael tidak akan mencintai dirinya yang penyakitan seperti itu, batin Nila dalam hati.
Tahun pun berganti, Nila masih tetap bertahan untuk hidup dan menjadikan hari-hari terakhirnya untuk teman-temannya yang selama ini memberi semangat untuk hidup. Nila masih memikirkan cowok yang bertahun-tahun telah menghilang. Saat Nila di mall, sempat melihat Ael jalan sebelahan dengan seorang cewek yang tak asing dimata Nila, siapa lagi klo bukan sahabatnya sendiri, Ana. Nila terkejut melihat adegan mereka yang mesra dan sangat menyakitkan hatinya. Ana yang dulu selalu mendukungnya untuk mendapatkan Ael, sekarang malah merebut dari tangannya yang tak sekuat dulu. Nila hanya berserah diri mengahadapi hal tersebut. Tapi Nila tetap nggak rela teman sendiri yang merebut gebetannya. Mungkin karena Nila dan Ael ada ikatan batin, mereka bertemu saat masing-masing mau pergi ke kamar kecil.
“Nila? Ini kamu khan?”
“Iya. Ini aku. Kenapa? Kamu terkejut melihat gue masih hidup. Gue tahu kenapa kamu selama ini menghilang dari gue, lo takutkan tertular penyakit gue.” Nila meneteskan air mata.
“Nila, lo kok ngomong seperti itu.” Memeluk Nila dan mencoba mengusap air mata Nila yang membasahai pipi lesungnya.
“Lepaskan aku. Aku ngagk perlu balas kasih lo.”
“Nila, sini ikut aku bentar. Lo pasti liat gue jalan sama Ana, bukan. Gue ama dia nggak ada apa-apa. Kita masih seperti dulu, selalu temenan. Gimana operasinya lancar khan? Kapan lo pulang dari Singapore? Lo udah agak enakan dan nggak seperti dulu lagi khan. Kliatanya lo tamban cantik, Nil. Kok nggak ngomong-ngomong klo udah balik dari sana, tau klo udah balik bakal kesana kita.”
“Apa! Singapore! Gue nggak pernah ke sana, El. Dan gue juga blom operasi seperti yang lo kira. Knapa lo tega meninggalkan gue tinggal dengan Ibunda tiriku yang selalu menyakitiku. Baru-baru ini aku bebas dari Ibunda tiriku karena Papa sudah menceraikan gara-gara ketangkap basah memukulku dan memaksaku untuk bekerja saat aku lelah.”
“Apa! jadi selama ini apa yang Mama kamu bilang itu nggak benar. Nila……..maafkan gue. Ini salah gue. Tak seharusnya gue ninggalin lo gitu aja. Gue hanya berpikir diri gue sendiri. Memang gue bodoh, hanya mementingkan diri sendiri nggak mikirin lo yang sakit di sana. Mama lo bilang klo lo bakal dibawa ke luar negeri untuk operasi dan klo udah kembali akan dihubungi. Dan gue liat, lo nggak nongol-nongol juga. Tapi saat ini gue janji bakal nemenin lo kemana-mana. Dan gue juga bakal nemenin lo selamanya. Tapi kamu juga harus janji bakal bertahan ya. Papa kamu nggak nganjurin kamu buat operasi?”
“Hampir setiap hari, Papa bilang dan minta untuk itu. Gue nggak mau, dan hanya menghabiskan uang aja. Aku nggak ada semangat untuk hidup saat lo menhilang dari peredaran, El. Lo nggak ngerasa apa gue nunggu lo. Ana juga sama, sama sekali nggak ada khabar. Lo khan tau klo Mama tiriku itu jahat dan nggak pernah mau ngalah sama gue, kenapa lo percaya aja sama ucapannya. Sekarang gue, mau lo jujur. Apakah lo sama Ana pacaran. Gue nggak ingin lo bohong sama gue karena lo ingin gue seneng. Klo lo bohong itu tambah bikin sakit hati gue, El. Apa pertanyaanya perlu diulang lagi.”
“Nila, kenapa lo ngomong kaya gitu. Kita sama sekali nggak ada apa-apa. Gue khan udah janji, kita akan menjadi teman seperti dulu kala kita bertiga bareng-bareng. Tapi kecuali lo, gue ingin lo ada dihidupku”
“Cukup. Gue tahu banget klo muka lo boong. Gue selama ini lo tinggal udah sakit, El. Sekarang lo tambah bikin beban hidup gue. Apa blom puas lo melihat hidup gue ini hanya menunggumu? Kenapa harus boong sich, El. Apa susahnya berkata jujur apa adanya. Gue nggak bakal marah kok. Tapi yang lo harus ingat, gue nggak rela Ana jadi cewek lo. Dan gue sangat-sangat kecewa sama kalian berdua.”
“Nila. Memang sebulan terakhir ini kita baru jadian. Awalnya gue diberi tahu oleh Ana klo lo suka sama gue. Gue nggak nyangka klo lo ternyata suka ama gue. Saat itu gue deket banget sama Ana, dan gue juga mulai suka sama dia. Saat gue nyatakan cinta, gue merasa bersalah sangat besar padamu. Saat itu juga, gue merasa ada getaran padamu juga, Nil.” Ael mencoba memeluk Nila erat-arat. Tidak di sangka Ana datang dan melihat Ael memeluk Nila teman lamanya. Ana sedikit kecewa melihat adegan itu, langsung dia lari meningalkan Nila dan Ael.
“Ana!” sahut Nila.
“Mana Ana?” tanya Ael.
“Dia lari ke sana. coba lo kejar mungkin blom jauh. Gue mau lo jelasin semua pada dia. Sekarang lo dihadapkan masalah yang besar. Memilih diantara kita berdua. Gue nunggu di sini, klo lo kembali berarti lo sayang dan cinta sama gue. Tapi, klo lo nggak kembali memang bukan jalan kita untuk bersama. Sana pergi, ajak dia ngomong.”
“Gue janji bakal balik. Lo tunggu gue.” Pesan pelan Ael pada Nila dan mencium kening Nila yang selama ini sepi dari kasih sayang.
Saat ini, Nila berharap sekali ada keajaiban datang dari Tuhan diberikan kesembuhan total pada dirinya. Nila rela berlama-lama hanya menunggu Ael datang. Se-jam lebih, Ael tidak nongol-nongol. Nila sudah mulai kelelahan menunggu Ael. Badannya serasa tak kuasa lagi menahan untuk terus menunggu. Tidak lama kemudian, ternyata Ael kembali dan memeluk erat Nila. Nila bahagia atas kedatangan Ael di sisinya. Ael juga menjelaskan bahwa dia juga udah putus dengan Ana demi mendapatkan cintanya Nila. Tapi Nila semakin bingung karena dihadapkan dengan masalah antara kedua temannya. Nial juga merasa bersalah. Dengan rasa bersalah itu, Nila dan Ael tetap jalan, jadian dan senang-senang. Nila berpikir, ini adalah hari-hari terakhirnya untuk sampai bertahan hidup di sisi Ael. Tiba-tiba Nila meluapkan pertannyaan yang cukup berat untuk Ael jawab.
“Gimana klo gue pergi ninggalin lo selamanya?”
“Nggak akan. Kita khan blom lama bertemu dan pacaran. Tuhan ingin lo berada di sampingku dulu. Aku juga berharap lo sembuh dan bersama gue. Lo kanapa selalu bilang ini hari terakhirmu? Ini bukan hari terakhirmu, Nil. Di mana ada lo, pasti di situ ada gue juga nantinya.”
“Klo gue pergi ninggalin lo, apakah lo mau kembali dengan Ana.”
“Cukup! Saat ini kita jangan ngomongin masalah itu. Saat ini adalah saat yang tepat buat kita saling cerita-ceruta seperti dulu kala kita bersama. Dan jangan lupa, klo lo dulu pernah bilang ke gue klo lo ingin punya anak banyak. Apakah itu nantinya sama gue?” tanya Ael menghibur.
Sebulan tepat mereka jalan, Ael dikejutkan dengan berita kalau Nila masuk Rumah sakit dan dalam keadaan darurat. Ael langsung datang dan menunggu hasil dari Dokter. Ternyata keadaan Nila sudah sangat kritis. Karena Nila selalu memanggil nama Ael, dokter memperbolehkan Ael masuk. Sungguh teman yang sejati, Nila Ingin Ana datang disaat Nila merasa ini hari terakhirnya. Ael sedikit terharu dan tak dapat lagi membendung tangisnya. Ana pun datang karena dihubungi Ael. Nila meminta Ael dan Ana akan bersama kembali jika dia tiada. Dan satu pesan yang Ael dan Ana ternyuh mendengarnya.
“Kalian teman terbaikku. Aku menyesal kalian tidak ada di sampingku saat aku merasakan yang namanya gejolak jiwa dan siksaan. Tapi aku bahagia kalian berdua sudah datang di sini. Gue ingin kalian mengabulkan permintaanku untuk punya anak banyak. Aku ingin sembuh, tapi kenapa jadi………”
Belum selesai bicara, Nila telah pergi meninggalkan Ael dan Ana karena penyakit kanker otak dari kecil yang tak kunjung sembuh. Ana dan Ael akhirnya pacaran lagi dan ingin mengabulkan permintaan teman baiknya untuk punya banyak anak. Lima tahun kemudian Ael dan Ana menikah dan punya anak lima, diantara lima anaknya empat cowok dan satu cewek. Cewek yang satu ini, persis banget Nila. Kehidupan kedua Nila ada pada anak Ana dan Ael.*End**

Tidak ada komentar: